BAB III
SISTEM PERADILAN ISLAM : Rahmat bagi Seluruh Rakyat
Hanya Islam yang Dapat Memberikan Keadilan bagi Seluruh Umat Manusia
Kedamaian dan ketenteraman hidup
dalam masyarakat tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa keadilan.
Persoalannya, keadilan seperti apa? Selama ini, pengertian keadilan
ditetapkan menurut standar yang tidak jelas. Keadilan menurut sudut
pandang tertentu tentu akan berbeda dengan pengertian keadilan menurut
sudut pandang yang lain. Sebagai contoh, orang yang menghina Nabi
Muhammad menurut ketentuan syariah Islam harus dihukum mati, apakah ini
adil? Ataukah justru sebaliknya, orang seperti ini harus dilindungi
dengan alasan kebebasan berekspresi?
Dalam sistem sekuler, pengertian dan standar
keadilan ditentukan menurut akal manusia melalui anggota parlemen.
Mereka menetapkan ketentuan-ketentuan hukum menyangkut apa yang
dimaksud dengan kejahatan dan apa pula sanksi bagi pelakunya. Menurut
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, misalnya, menyerukan
jihad guna melawan pendudukan AS di Irak dan Afghanistan, secara
teoretis dapat dianggap kejahatan “menunjukkan permusuhan kepada negara
sahabat”, meski pada hakikatnya seruan jihad itu adalah sebuah
kewajiban agama. Sistem peradilan sekuler juga memberikan hak
prerogratif kepada presiden untuk memberikan pengampunan (grasi,
amnesti, dan abolisi) kepada seorang penjahat.
Sementara dalam Daulah Khilafah,
syariah Islam menjadi standard yang digunakan untuk menentukan apa yang
dimaksud dengan kejahatan sekaligus menetapkan aturan sanksinya. Dengan
pijakan yang khas inilah, para hakim (qadhi)
memberikan putusan hukum yang adil kepada seluruh anggota masyarakat.
Dalam Daulah Khilafah tidak ada pemisahan antara peradilan sipil dengan
peradilan syariah, karena semua putusan hukum diberikan dengan
menggunakan dasar syariah Islam. Maka jelas sekali, tidak mungkin
terwujud keadilan di tengah masyarakat hingga seluruh undang-undang
yang terkait dengan peradilan, definisi kejahatan, hukum pembuktian,
jenis sanksi, hak pengampunan dan lain-lainnya, semuanya didasarkan
pada syariah Islam. Dan hanya Khilafah saja yang bisa memberikan
jaminan bahwa seluruh hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan
sistem peradilan diambil dari al-Quran dan as-Sunnah. Hanya dengan cara
inilah keadilan di tengah masyarakat bisa diwujudkan.
***
Sistem Peradilan Islam Memberikan Putusan Tanpa Berbelit-belit
Warga
negara biasa di Indonesia sering kali merasa frustrasi ketika berusaha
mendapatkan keadilan, karena ruwetnya proses hukum yang berlaku di
sini. Meskipun vonis sudah ditetapkan, para pihak masih bisa mengajukan
banding ke pengadilan tinggi sehingga putusan hukum harus tertunda.
Ketika pengadilan tinggi sudah mengambil keputusan, para pihak masih
bisa lagi mengajukan kasasi. Maka putusan hukum kembali tertunda.
Akibatnya, dalam sistem peradilan warisan penjajah Belanda ini ribuan
kasus tertunda dan mengantri di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,
sementara kasus-kasus baru terus bertambah setiap hari. Realitas
semacam ini hanya akan mendorong para pelaku kejahatan, yang mengerti
seluk-beluk sistem peradilan, mengulur-ulur putusan hukum. Sebab,
sekalipun vonis sudah dijatuhkan, mereka masih bisa mengajukan
banding dan kasasi, sehingga keputusan hukum bisa ditunda. Wajar bila
dalam kasus sengketa tanah, misalnya, bisa memakan waktu lebih dari 20
tahun untuk sampai keputusan di tingkat kasasi MA. Itupun masih ada
lagi upaya hukum yang disebut PK atau peninjauan kembali. Jadi kapan
keadilan itu akan datang?
Daulah
Khilafah akan mengakhiri sistem yang berbelit-belit dan bertele-tele
ini. Dalam sistem peradilan Islam, putusan hukum yang dibuat oleh qadhi atau
hakim adalah putusan yang final. Tidak ada lagi mahkamah banding. Jadi,
tidak ada satu pun pihak yang dapat mengubah putusan qadhi itu. Kecuali jika vonis tersebut bertentangan dengan syariah Islam yang pasti (qath’iy), yang tidak ada ikhtilaf
di dalamnya; atau ketika hakim mengabaikan fakta yang pasti, tanpa
alasan yang jelas. Bila terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti itu,
maka kasus tersebut bisa dibawa ke Mahkamah Madzalim. Dengan cara
inilah, publik bisa mendapatkan keadilan dalam waktu yang singkat, dan
tidak membebani pengadilan dengan antrian kasus yang sangat panjang.
Para pelaku kejahatan pun tidak bisa lepas dari rasa takut, karena
vonis yang ditetapkan pengadilan akan segera dieksekusi.
***
Seseorang Tidak Bisa Dihukum Tanpa Bukti
Sistem
peradilan sekuler membuka pintu kedzaliman. Dalam sistem peradilan
warisan penjajah Belanda ini, kedzaliman sudah terjadi sejak saat
sebuah kasus dilaporkan kepada kepolisian. Banyak orang yang dengan
penuh kedengkian menyampaikan tuduhan palsu kepada pihak lain dengan
tujuan agar lawannya dijebloskan ke penjara. Saat ini, ada ribuan orang
tak bersalah di Indonesia yang didzalimi, ditangkap, dan dijebloskan ke
penjara semata-mata karena alasan kecurigaan.
Dalam sistem peradilan
Islam, seorang harus tetap dianggap tak bersalah sampai bisa dibuktikan
kesalahannya, sehingga tidak ada alasan untuk memasukkannya ke penjara.
Selanjutnya, menjadi tugas penuntut untuk membuktikan kesalahan pihak
tersangka. Jika gagal, kasus tersebut akan segera dibatalkan, kecuali
apabila hakim berdasar bukti yang ada memiliki kecurigaan, bahwa
tersangka akan melarikan diri. Tanpa bukti yang ada, hakim tidak bisa
menahan tersangka lebih lama. Tersangka harus segera dibebaskan.
Demikianlah, Daulah Khilafah akan membebaskan rakyat dari kedzaliman
sistem peradilan sekuler yang berlaku saat ini.
***
Penguasa Dapat Diajukan ke Depan Pengadilan
Dalam
sistem peradilan sekuler yang berlaku di Indonesia saat ini, presiden,
gubernur, dan para menteri tidak dapat didakwa atas kekeliruan
kebijakan mereka, selama kebijakan itu dianggap berdasarkan
undang-undang yang ada. Karena itu, masyarakat tidak dapat mengajukan
mereka ke muka pengadilan meski telah nyata-nyata melakukan sebuah
kebijakan yang keliru, seperti penerbitan “Release and Discharge”
oleh presiden untuk sejumlah penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) yang hanya membayar kembali utangnya sekian persen sehingga
merugikan negara ratusan trilyun rupiah. Kebijakan itu dianggap benar
karena menurut peraturan, Presiden berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang sudah dibuat lebih dulu, boleh menerbitkan R and D
itu. Maka, Presiden tidak dapat dituntut di muka hakim, kecuali bila
ada indikasi korupsi atau suap dalam pengambilan keputusan tersebut.
Ini juga tidak mudah dibuktikan karena biasanya suap atau korupsi
seperti ini dilakukan dengan sangat rapi dan transaksinya dilakukan di
luar negeri. Yang bisa dilakukan oleh masyarakat hanyalah mengajukan judicial review
ke Mahkamah Konstitusi agar undang-undang atau sebuah peraturan yang
dinilai tidak bagus seperti UU Kelistrikan, dicabut oleh Mahkamah
Konstitusi.
Dalam
sistem Islam, tidak ada seorang pun yang tidak bisa diajukan ke muka
pengadilan. Semua bisa, meski ia adalah seorang Khalifah atau pejabat
tinggi negara. Qadhi
Madzalim dari Mahkamah Madzalim akan menyidang kasus-kasus yang
melibatkan penguasa atas kekeliruan kebijakan yang mereka ambil. Qadhi Madzalim juga berhak menghukum dan memberhentikan penguasa.
|