BAB II
SISTEM EKONOMI ISLAM : Negara Wajib Memenuhi Kebutuhan Pokok Setiap Rakyat
Menyelesaikan Masalah Kemiskinan Melalui Distribusi yang Adil
Masalah kemiskinan
sesungguhnya berpangkal pada buruknya distribusi kekayaan di tengah
masyarakat. Karena itu, masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan
tuntas dengan cara menciptakan pola distribusi yang adil. Di mana
setiap warga negara dijamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan diberi
kesempatan yang luas untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Kesalahan
sistem ekonomi Kapitalis yang diterapkan saat ini adalah, bahwa upaya
penghapusan kemiskinan difokuskan hanya pada peningkatan produksi, baik
produksi total negara maupun pendapatan per kapita, bukan pada masalah
distribusi. Maka, sistem ekonomi Kapitalis tidak akan pernah bisa
menyelesaikan masalah kemiskinan karena titik pusat persoalannya, yaitu
distribusi kekayaan, tidak ditata sebagaimana semestinya.
Akibatnya, pemerintahan yang datang silih berganti,
termasuk di Indonesia, selalu mengarahkan pandangan mereka pada
pertumbuhan produksi serta peningkatan pendapatan rata-rata penduduk,
namun tidak pernah memberi perhatian pada persoalan bagaimana kekayaan
tersebut didistribusikan dengan adil di tengah masyarakat. Padahal,
dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya produksi, telah
terjadi penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Pihak yang kuat
meraih kekayaan lebih banyak melalui kekuatan yang mereka miliki.
Sedangkan yang lemah semakin kekurangan, karena kelemahan yang ada pada
diri mereka. Hal ini tak ayal semakin menambah angka kemiskinan.
Islam memberikan penyelesaian masalah kemiskinan ini dengan cara yang unik. Intinya, harus ada pola distribusi yang adil. Soal keadilan distribusi ini disinggung dalam al-Quran. Allah SWT. berfirman:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ
الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ
الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
“… Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras syariatannya.” (Qs. al-Hasyr [59]: 7)
Secara ekonomi, negara
harus memastikan bahwa kegiatan ekonomi baik yang menyangkut produksi,
distribusi maupun konsumsi dari barang dan jasa, berlangsung sesuai
dengan ketentuan syariah, dan di dalamnya tidak ada pihak yang
mendzalimi ataupun didzalimi. Karena itu, Islam menetapkan hukum-hukum
yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi (produksi, industri, pertanian,
distribusi, dan perdagangan), investasi, mata uang, perpajakan, dll,
yang memungkinkan setiap orang mempunyai akses untuk mendapatkan
kekayaan tanpa merugikan atau dirugikan oleh orang lain.
Selain itu, negara juga
menggunakan pola distribusi non ekonomi guna mendistribusikan kekayaan
kepada pihak-pihak yang secara ekonomi tetap belum mendapatkan
kekayaan, melalui instrumen seperti zakat, shadaqah, hibah dan
pemberian negara. Dengan cara ini, pihak yang secara ekonomi tertinggal
tidak semakin tersisihkan.
***
Publik Mendapatkan Keuntungan dari Sumberdaya Alam
Sistem
ekonomi Kapitalis memberikan peluang kepada perusahaan swasta, baik
dari dalam maupun luar negeri, untuk mengambil keuntungan dari
sumberdaya alam yang dimiliki sebuah negara melalui pemberian ijin
konsesi pertambangan, hak pengusahaan hutan, atau hak istimewa lain.
Sementara, sumberdaya alam yang sudah dikelola oleh perusahaan negara
juga tak luput dari sasaran. Cepat atau lambat semua akan dialihkan
juga kepada perusahaan swasta melalui kebijakan privatisasi. Akibatnya,
tentu saja hasil dari sumberdaya alam itu lebih banyak dinikmati oleh
perusahaan-perusahaan swasta, sementara rakyat justru harus menghadapi
kesulitan. Setelah diprivatisasi pasti akan terjadi kenaikan harga –
satu jalan guna memungkinkan perusahaan swasata itu meraup untung lebih
besar. Sebagai contoh, penelitian dari Universitas Indonesia
menunjukkan adanya kenaikan harga komoditas energi sejak tahun
1992-2005 baik untuk minyak, gas maupun listrik.3
Demikianlah, saat segelintir orang meraup keuntungan yang luar biasa
besar dengan menguasai sumber-sumberdaya alam, khususnya energi,
masyarakat umum justru terpukul oleh harga energi yang semakin tak
terjangkau. Setiap saat, warga negara harus bersiap menghadapi kenaikan
tagihan gas dan listrik sehingga belanja untuk sektor yang semestinya
tidak perlu itu justru semakin hari semakin besar. Akibatnya, rakyat
secara sistemik semakin termiskinkan.
Islam menetapkan sumberdaya alam, khususnya energi sebagai salah satu kekayaan milik umum. Rasulullah saw. bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإَِ وَالنَّارِ»
“Umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (Hr. Ahmad)
Sebagai pemilik, maka seluruh rakyat harus bisa menikmati hasil dari sumberdaya alam tersebut. Karena itu, negara wajib mengelola
sumberdaya alam itu dengan sebaik-baiknya, bisa melalui semacam
perusahaan milik negara (BUMN), untuk kesejahteraan rakyat. Negara
tidak boleh sama sekali menyerahkan aset sumberdaya alam kepada pihak
swasta. Sebab, tindakan ini sama saja dengan menyerahkan sesuatu yang
bukan miliknya kepada pihak lain, yang tentu akan merugikan sang
pemilik, yaitu rakyat. Daulah Khilafah akan memastikan bahwa rakyat
bisa mendapatkan keuntungan dari sumber-sumberdaya alam miliknya itu,
khususnya sumberdaya energi, dengan jalan memberikannya secara gratis
atau dengan harga yang terjangkau bagi seluruh warga negara.
***
Penghapusan Pajak yang Dzalim
Dalam
sistem Kapitalisme, pendapatan utama negara adalah dari pajak. Negara
akan terus berusaha meningkatkan perolehan pajak agar apa yang disebut
biaya pembangunan semakin besar didapat. Berbagai upaya terus
dilakukan. Obyek pajak dan mekanisme pajak baru terus diciptakan.
Hasilnya, rakyat tentu makin terbebani. Pajak Penghasilan akan
menggerogoti gaji dan pendapatan rakyat; Pajak Penjualan membuat beban
belanja berbagai kebutuhan pokok, termasuk makanan dan obat-obatan,
menjadi semakin meningkat; sedangkan pajak atas bahan bakar minyak
semakin mencekik para pelaku industri dan petani.
Islam
memiliki cara tersendiri untuk mengatur pendapatan negara. Diantaranya
diperoleh dari hasil kepemilikan umum seperti minyak dan gas; dari
sektor pertanian seperti kharaj;
dari sektor industri seperti zakat atas barang dagangan; dll. Dengan
demikian, Khilafah mampu memperoleh pemasukan yang besar. Pada saat
yang sama mampu mendorong aktivitas ekonomi yang luar biasa. Mengenai
pajak, Islam membebaskan manusia dari beban pajak yang dzalim. Kalaupun
ada pajak, itu hanya dipungut dari orang yang masuk kategori kaya dan
sifatnya hanya sementara hingga kebutuhan dana tercukupi. Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسِ»
“Tidak akan masuk surga para pemungut pajak (cukai).” (Hr. Ahmad)
***
Investasi Dalam Negeri Menggantikan Investasi Asing
Melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang benar dan konsisten, Baitul Maal
dari Daulah Khilafah diyakini akan mampu meraup dana yang cukup besar.
Selanjutnya, dana tersebut akan dimanfaatkan untuk membiayai
pembangunan, khususnya sektor yang masuk pada apa yang disebut dengan
istilah kewajiban layanan publik atau PSO (Public Service Obligation), yakni sektor pendidikan, kesehatan, dan inftrastruktur (jalan, jembatan, listrik, air, telepon, dan lainnya).
Juga
untuk membiayai industri berat, seperti industri persenjataan, industri
baja, dan sebagainya, dan proyek-proyek besar, seperti pembangunan
bendungan dan jaringan telekomunikasi di seluruh negeri, kredit bebas
bunga untuk menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat serta bantuan negara
untuk rakyat yang memerlukan. Semua itu insya Allah akan dapat direalisasikan tanpa melibatkan investasi atau pinjaman asing.
***
Membebaskan dari Jebakan Hutang
Pada
dasarnya Islam tidak melarang individu, perusahaan, dan negara meminjam
uang dari pihak lain. Tapi pinjaman harus tidak boleh dengan bunga dan
tidak boleh dari negara penjajah atau lembaga internasional seperti
IMF, World Bank dan lainnya, yang ditengarai menjadi alat negara
penjajah, apalagi dengan persyaratan-persyaratan yang menjerat. Bila
Islam menolak segala bentuk penjajahan, maka Islam juga melarang segala
bentuk hubungan atau perjanjian yang memberi jalan bagi penjajahan itu.
Menurut
Bank Indonesia dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2007 pemerintah
Indonesia dan swasta mempunyai total hutang Luar Negeri sebesar US$
136,64 milyar. Pada APBN 2009, pembayaran cicilan pokok utang luar
negeri mencapai Rp 61,6 trilyun. Ini sudah lebih besar ketimbang
pinjaman baru yang jumlahnya hanya Rp 52,2 Trilyun. Hutang pemerintah
keseluruhan sudah mencapai 35% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), di
mana 16% adalah hutang Luar Negeri dan 19% adalah hutang Dalam Negeri
(dalam bentuk Surat Utang Negara, Obligasi dan sebagainya).
Sebagaimana negara-negara penghutang lain di seluruh dunia, Indonesia juga telah masuk pada apa yang disebut jebakan hutang (debt trap).
Indonesia telah membayar bunga pinjaman hingga miliaran dollar AS, yang
secara nominal lebih besar daripada pokok hutangnya, namun demikian
Indonesia masih tetap terlilit hutang. Hutang-hutang seperti ini jelas
haram karena mengandung riba dan memberi jalan bagi penjajahan atas
negeri ini. Allah SWT berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs. al-Baqarah [2]: 275)
Daulah Khilafah akan menolak dengan keras hutang atau pinjaman-pinjaman dana seperti itu, dan berusaha keras untuk
membebaskan negeri-negeri Muslim dari jebakan hutang. Juga akan
membongkar kejahatan negara-negara Kapitalis yang menjajah
negara-negara lemah melalui jebakan hutang. Khilafah juga akan membantu
negara-negara miskin yang terlilit hutang untuk bersama-sama
mengenyahkan kapitalisme global yang eksploitatif itu.
***
Menghapus Sumber Inflasi
Alasan
utama di balik semakin beratnya beban kehidupan ekonomi masyarakat
adalah makin tingginya biaya hidup akibat turunnya nilai mata uang
domestik yang berupa fiat money. Nilai mata uang domestik yang semakin lemah menyebabkan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat terus naik itu.
Ditambah
dengan terus terjadinya depresiasi rupiah terhadap dollar AS, membuat
nilai rupiah terus mengalami penurunan terhadap mata uang asing,
khususnya dollar AS. Keadaan ini sangat menguntungkan
perusahaan-perusahaan multinasional Barat, yang memproduksi
barang-barang di Indonesia dengan biaya murah, kemudian mengekspornya
ke negara-negara Barat dengan harga yang lebih tinggi.
Inflasi dan
depresiasi mata uang yang membuat daya beli masyarakat terus mengalami
penurunan, dapat diatasi dengan menetapkan mata uang yang tahan
terhadap tekanan inflasi dan terhindar dari depresiasi maupun apresiasi
terhadap mata uang asing yang merugikan. Itulah mata uang dinar dan
dirham. Dengan menggunakan mata uang ini, kondisi ekonomi negara akan
lebih stabil dan kekayaan masyarakat akan dapat terlindungi secara riil
dan terhindar dari inflasi.
***
Membangun Industri
Daulah Khilafah akan mengembangkan dua jenis industri utama yang terkait dengan kepentingan masyarakat luas. Pertama,
industri-industri yang berkaitan dengan kekayaan milik umum, seperti
kilang minyak dan pemurnian gas alam. Karena minyak dan gas alam
termasuk milik umum, maka status kepemilikan berbagai industri yang
terkait dengan komoditas itu juga harus dikuasi oleh negara. Negara
mengelolanya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Kedua, industri
baja dan persenjataan serta industri berat lain. Industri ini dibangun
untuk bisa menghasilkan militer yang kuat demi pertahanan negara yang
kokoh.
Daulah
Khilafah akan berupaya keras membangun kedua jenis industri itu secara
efisien, yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan negara, tapi juga
mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
***
Teknologi Militer
Hingga
saat ini kekuatan militer Indonesia masih sangat tergantung pada
teknologi dari luar negeri. Sementara itu, Amerika Serikat sebagai
negara paling unggul dalam industri militer ketika menjual peralatan
militernya ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, tentu tidak
sekadar untuk tujuan mendapat keuntungan finansial, tetapi juga untuk
memperkuat pengaruh dan cengkramannya di Indonesia. Maka, AS pasti akan
menetapkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
pasokan peralatan dan teknologi militer dari AS. Persyaratan itu pasti
terkait dengan kepentingan politik dan militer AS di Indonesia. Selanjutnya,
AS akan menciptakan cara agar negara-negara pengimpor peralatan militer
itu akan terus bergantung kepadanya. Ketergantungan itu digunakan
sebagai alat penekan saat kepentingan AS di negera itu terancam.
Kebijakan embargo senjata AS ke Indonesia misalnya, adalah wujud dari
politik persenjataan yang dimainkan oleh AS untuk menekan Indonesia.
Disamping itu, AS juga tidak sungguh-sungguh membantu negara lain untuk
menjadi kuat secara militer. Jadi yang boleh dikirim ke negara lain
adalah peralatan militer biasa saja, bukan yang benar-benar canggih
untuk perang yang sesungguhnya.
Salah
satu jalan untuk menjadikan Daulah Khilafah tidak tergantung secara
militer kepada negara lain adalah dengan cara memproduksi dan
mengembangkan teknologi dan industri militer sendiri. Kebijakan ini
membuat Daulah Khilafah akan mandiri dan senantiasa memiliki
persenjataan yang paling canggih dan paling kuat pada zamannya. Langkah
tersebut juga menjamin Daulah Khilafah mempunyai senjata kapan saja
diperlukan, termasuk untuk kepentingan psy-war dengan tujuan menggetarkan lawan, sebagaimana perintah Allah SWT:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ
دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain
mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (Qs. al-Anfaal [8]: 60)
***
Pengembangan Pertanian
Indonesia
memiliki sumberdaya pertanian yang luar biasa, utamanya lahan pertanian
yang sangat luas. Tapi, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Banyak orang yang memiliki lahan sangat luas, tapi tidak dikelola
dengan benar, dan sengaja hanya dijadikan sebagai objek investasi
spekulatif. Sementara bila ada orang yang mengolah lahan pertanian, dia
hanya sebagai buruh tani, bukan pemilik lahan. Jadi, ada begitu banyak
orang yang mengelola lahan pertanian, tapi mereka tidak memiliki lahan
itu. Mereka hanya membayar sewa kepada pemiliknya.
Islam
memandang bahwa persoalan pertanian pada hakikatnya berhubungan dengan
pemanfaatan lahan pertanian itu sendiri. Dengan aturan yang jelas,
Islam menyelesaikan persoalan lahan pertanian dengan menetapkan larangan pemisahan antara pemilik dan pengelola lahan pertanian. Rasulullah saw. bersabda:
«مَنْ أَعْمَرَ أَرْضًا لَيسَتْ لأَحَدٍ فَهُوَ أَحَقُّ»
“Barangsiapa memakmurkan (mengelola) tanah yang tidak menjadi milik siapa pun, maka dia berhak atas tanah tersebut.” (Hr. Bukhari)
Islam juga menetapkan
bahwa negara berhak menyita lahan pertanian dari pemiliknya jika lahan
itu tidak dikelola selama tiga tahun berturut-turut. Ketentuan ini
mendorong pemanfaatan lahan pertanian secara optimal oleh pemilik
lahan, yang pada gilirannya akan meningkatkan produksi pertanian.
Daulah Khilafah akan memberikan bantuan saprotan (sarana produksi
pertanian) atau pinjaman dana tanpa bunga untuk modal mengelola lahan
pertanian dengan sebaik-baiknya. Bila kebijakan semacam ini diterapkan
di Indonesia, tentu akan dapat meningkatkan kemampuan pertanian negara,
sehingga ketahanan pangan yang merupakan salah satu unsur penting dalam
membangun kesejahteraan dan kemandirian dalam sebuah negara,
benar-benar dapat diwujudkan.
|