BAB VI
POLITIK LUAR NEGERI : Mengeluarkan Umat Manusia dari Kegelapan Sistem Kufur Menuju Cahaya Islam
Hubungan antar Negara Berdasarkan Syariah Islam
Tidak bisa disangkal, meski secara
teoritis politik luar negeri Indonesia dilakukan dengan prinsip bebas
dan aktif serta turut serta menciptakan perdamaian dunia, tapi selama
beberapa dekade terakhir politik luar negeri Indonesia senantiasa
tunduk kepada kepentingan Amerika Serikat. Semua itu dilakukan dengan
mengorbankan kepentingan rakyat, khususnya umat Islam. Padahal, yang
dipakai oleh pemerintah untuk melayani kepentingan AS adalah sumberdaya
milik rakyat.
Daulah Khilafah akan mengakhiri
politik luar negeri yang penuh nuansa kelemahan dan ketertundukan ini,
diganti dengan pola baru dengan dasar Islam. Berdasarkan syariah Islam,
Khilafah akan membangun hubungan dengan negara-negara lain baik di
bidang ekonomi, politik, budaya atau pendidikan. Dalam seluruh urusan
luar negeri, Khilafah akan memastikan bahwa dakwah Islam bisa
disampaikan kepada seluruh umat manusia dengan cara yang terbaik.
Adapun hubungan Daulah Khilafah dengan negara-negara lain akan dibangun
dengan pola sebagai berikut:
a. Hubungan dengan penguasa negeri-negeri Muslim Negeri
Muslim adalah wilayah Islam yang dikuasai oleh penjajah pasca
kehancuran Khilafah Utsmaniyah. Dalam pandangan Islam, menyatukan
negeri-negeri Muslim dalam satu kepemimpinan merupakan sebuah
kewajiban. Inilah mengapa Khilafah tidak menganggap hubungan dengan
negeri-negeri Muslim tersebut sebagai bagian dari politik luar negeri.
Khilafah akan melakukan berbagai upaya keras untuk menyatukan kembali
negeri-negeri ini menjadi sebuah negara di bawah bendera Daulah
Khilafah.
b. Hubungan dengan negara-negara Kafir
-
Pertama,
negara yang menduduki wilayah Islam, atau negara yang terlibat secara
aktif memerangi umat Islam seperti Amerika Serikat, Inggris, Israel,
dan India. Hubungan dengan negara-negara ini ditetapkan berdasarkan
kebijakan Harbi Fi’lan (perang riil). Tidak boleh ada hubungan
diplomatik maupun ekonomi antara Khilafah dengan negara-negara musuh
ini. Warga negara mereka tidak diizinkan memasuki wilayah Daulah
Khilafah. Meski tengah terjadi gencatan senjata yang bersifat temporer,
negara-negara itu tetap diperlakukan sebagai harbi fi’lan. Hubungan
diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara tersebut tetap tidak
dilakukan.
-
Kedua,
negara-negara Kafir yang tidak menduduki wilayah Islam, atau tidak
sedang memerangi umat Islam, akan tetapi mereka mempunyai niat
menduduki wilayah Islam. Khilafah tidak menjalin hubungan diplomatik
dan ekonomi dengan negara-negara Kafir seperti ini. Tapi warga
negara-negara tersebut diizinkan memasuki wilayah Daulah Khilafah
dengan visa sekali jalan (single entry).
-
Ketiga,
negara-negara Kafir selain kedua kategori di atas. Terhadap
negara-negara seperti ini, Khilafah diizinkan membuat perjanjian.
Sambil terus mengamati skenario politik internasional, Khilafah
diperbolehkan menerima atau menolak perjanjian demi kepentingan dakwah
Islam. Di samping itu, perjanjian diplomatik dan ekonomi dengan
negara-negara Kafir jenis ini harus dilakukan sesuai dengan syariah
Islam. Daulah Khilafah yang menguasai sumberdaya minyak, gas dan aneka
mineral yang melimpah serta memiliki kekuatan militer yang tangguh,
kedudukan yang strategis di dunia, visi politik yang cemerlang,
pemahaman tentang situasi politik internasional yang mendalam serta
umat yang dinamis, akan mampu menghindari isolasi politik internasional
dan terus berupaya meraih kedudukan sebagai negara terkemuka di dunia.
***
Khilafah Akan Menyebarkan Islam ke Seluruh Dunia dengan Dakwah dan Jihad Makna
jihad adalah bersungguh-sungguh meninggikan Islam sebagai agama yang
paling tinggi dengan jalan ikut serta dalam peperangan atau membantu
pelaksanaan peperangan secara langsung, baik dengan harta maupun
ucapan. Jihad merupakan metode praktis untuk mengemban dakwah Islam ke
seluruh dunia. Saat ini, di tengah ketiadaan Daulah Khilafah dan jihad,
Islam telah menyusut menjadi sekadar sekumpulan teori yang indah. Tapi
teori indah ini tidak ditemukan implementasinya secara nyata di tengah
kehidupan masyarakat. Bagi kalangan non-Muslim, dakwah Islam akan
memberi mereka sebuah kesempatan untuk merasakan kehidupan di dalam
sebuah masyarakat Islam, sehingga mereka bisa memahami bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar dan yang akan memberikan kebaikan
atau rahmat juga kepada mereka. Maka, Islam wajib diterapkan oleh
sebuah negara, kemudian disebarkan ke seluruh penjuru dunia dengan
jihad. Inilah metode dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan
para Khulafa’ ur-Rasyidin sesudahnya.
***
Tanggung Jawab Umat Islam untuk Membebaskan Umat Manusia dari Penindasan Allah
SWT mengutus Rasulullah Muhammad saw ke dunia untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam semesta. Maknanya, syariah Islam yang dibawa Rasulullah
saw merupakan rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia. Jadi, syariah
Islam tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tapi juga
non-Muslim. Adalah tanggung jawab umat Islam untuk membebaskan seluruh
umat manusia dari penindasan akibat sistem, perundang-undangan dan
tradisi sekuler menuju kerahmatan Islam.
Banyak contohnya. Bila
kaum sudra, sebuah kasta paling rendah dalam masyarakat Hindu, dianggap
lebih buruk daripada hewan, maka tentu saja sistem seperti ini tidak
bisa ditoleransi lagi karena merendahkan martabat manusia sebagai
makhluk Allah SWT. Contoh lain, penindasan yang dilakukan
perusahaan-perusahaan multinasional Amerika Serikat, yang
mengeksploitasi harta dan darah warga negara AS untuk berperang dengan
berbagai alasan, padahal yang sebenarnya adalah demi kepentingan bisnis
mereka. Penindasan-penindasan semacam itu dilegalisasi dengan keputusan
politik, regulasi, dan opini. Begitulah, ketika umat manusia diatur
dengan sistem, perundang-undangan dan tradisi yang tidak berasal dari
Allah SWT, maka penindasan demi penindasan terus terjadi. Allah SWT.
berfirman:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir.” (Qs. al-Maaidah [5]: 44)
Khilafah tidak hanya akan
membebaskan umat Islam tetapi juga seluruh umat manusia dari segala
bentuk penindasan. Berbagai rintangan fisik yang menghalangi
orang-orang yang tertindas itu dari rahmat Islam akan disingkirkan
melalui kekuatan jihad.
***
Politik ”Minimum Deterrence” Bertentangan dengan Islam: Khilafah Akan Mengupayakan Kekuatan Militer Secara Penuh Kebijakan
militer Indonesia ditetapkan berdasarkan prinsip pertahanan defensif,
dan karena itu berkembanglah wacana tentang politik “minimum
deterrence”, yaitu kebijakan pengurangan kekuatan militer sampai pada
tingkatan yang sekadar cukup untuk pertahanan. Politik “minimum
deterrence” merupakan salah satu produk ideologi Kapitalisme yang tidak
bisa dipisahkan dari ide negara bangsa. Ide tersebut memandang, bahwa
tiap bangsa hendaknya tetap mempertahankan kedudukan mereka di dalam
batas-batas teritorialnya, dan tidak berusaha memperluas wilayahnya
dengan mencaplok wilayah negara lain atas nama slogan “hidup bersama
dalam damai”.
Negara-negara Barat mengatakan,
bahwa konsep tersebut harus dijunjung tinggi untuk menjamin terwujudnya
kerjasama dan keadilan antar bangsa-bangsa di dunia. Tetapi, faktanya
menunjukkan bahwa Barat memanfaatkan ide tersebut untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai negara terkemuka dan melanggengkan hegemoninya
atas negara-negara lain dalam pentas politik internasional. Maka,
secara praktis mereka bisa terus mempertahankan pengaruhnya di dunia
melalui superioritas kekuatan militernya. Jadi, konsep “minimum
deterrence” hanya diperuntukkan bagi negara-negara lain, bukan Amerika
Serikat. Mereka menipu dunia dengan menamakan kantor urusan militer
dengan sebutan “Departemen Pertahanan” atau “Kementerian Pertahan-an”,
meski realitasnya adalah “Departemen Perang” atau “Kementerian Perang”,
di mana mereka mengembangkan kekuatan militer secara maksimal untuk
terus menyerang, menindas, dan menjajah negara lain. Apa yang kini
terjadi di Irak dan Afghanistan adalah bukti nyata.
Karena itu, Khilafah tidak akan mengadopsi politik “minimum deterrence” karena bertentangan dengan firman Allah SWT:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ
عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا
تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya (dirugikan)” (Qs. al-Anfaal [8]: 60)
Ayat ini memerintahkan kepada umat
Islam untuk mewujudkan kekuatan militer yang tangguh dan menggunakannya
secara penuh dalam berbagai kesempatan, yang tidak hanya membuat umat
Islam mampu menghadapi negara-negara adidaya, tetapi juga mampu menjadi
negara adidaya di dunia.
***
Khilafah Tidak Akan Menandatangani Perjanjian CTBT, NPT, dan Perjanjian Lain yang Semisal Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT), Non-Preliferation
Treaty (NPT), dan perjanjian-perjanjian yang sejenis sesungguhnya
sengaja disiapkan oleh negara-negara kolonialis untuk membatasi
kekuatan (militer) negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Negara-negara besar yang memiliki teknologi senjata nuklir tidak
menghendaki adanya negara-negara lain yang berpotensi menantang
dominasi mereka. Khilafah tidak akan tunduk pada perjanjian-perjanjian
seperti itu. Khilafah akan mengambil kebijakan untuk terus
mengembangkan kekuatan militer secara penuh agar dapat memenuhi
kewajiban jihad dengan sebaik-baiknya.
***
Khilafah Akan Membatalkan Perjanjian-perjanjian Militer yang Menguntungkan Kepentingan Asing
Indonesia telah mengadakan
perjanjian-perjanjian militer dan politik dengan Amerika Serikat dan
negara-negara kolonialis lainnya. Konsekuensinya, kekuatan intelejen,
militer dan kepolisian Indonesia, juga negara Muslim lain yang memilik
perjanjian serupa, justru dimanfaatkan oleh Amerika Serikat untuk
melemahkan dan menindas kekuatan umat yang berpotensi mengancam
kepentingan AS. Karenanya, Islam melarang pakta atau kerjasama militer
dan segala macam perjanjian dan kerjasama apa pun yang memberi peluang
kepada orang-orang Kafir untuk menguasai umat Islam dan mengancam
keamanan Daulah Khilafah. Allah SWT telah menyatakan dalam Al Quran:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
"Dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman.” (Qs. an-Nisaa’ [4]:141)
***
Diplomat Negara Asing Tidak Boleh Bertemu dengan Pejabat Khilafah Dalam
sistem yang berlaku di Indonesia sekarang ini, terjadi campur tangan
yang sangat luas dan sangat mendalam dari negara-negara kolonialis,
terutama Amerika Serikat dan Inggris terhadap urusan dalam negeri
Indonesia. Hal ini terjadi karena para duta besar dari negara-negara
kolonialis berikut staf-staf mereka bisa bebas bertemu langsung dengan
siapapun dari pejabat tinggi negara. Mereka bebas bertemu dengan Ketua
KPU, Panglima Angkatan Bersenjata, Ketua MPR atau DPR, para ketua
partai, bahkan juga bebas bertemu dengan para pimpinan organisasi dan
kelompok Islam. Kebebasan seperti ini tentu dengan mudah disalah
gunakan untuk memperlancar misi rahasia mereka di negeri ini.
Dalam Daulah Khilafah, tanggung
jawab negara adalah mengurusi kepentingan umat. Peran umat dalam
kaitannya dengan kebijakan luar negeri sesungguhnya terbatas pada upaya
meminta pertanggungjawaban Khalifah, yakni seberapa jauh Khalifah telah
melaksanakan tugas-tugasnya. Maka, para diplomat asing berikut staf
mereka tidak diizinkan menemui para politisi dan para pimpinan partai
politik. Hanya pejabat dari departemen luar negeri Khilafah saja yang
diizinkan melakukan kontak-kontak dengan para diplomat asing dan para
stafnya itu. Dengan cara inilah Khilafah bisa membendung upaya
negara-negara kafir untuk mengintervensi urusan dalam negeri dan
menutup peluang untuk mendapatkan agen bagi kepentingan mereka yang
berasal dari dalam lingkaran kekuasaan serta menciptakan suasana kacau
di dalam negeri.
***
Khilafah Tidak Akan Meminta Bantuan AS, Inggris, ataupun Negara-negara Kolonialis Lainnya untuk Menyelesaikan Masalah Umat Islam Saat
ini sudah menjadi kebiasaan penguasa di negeri-negari Muslim, termasuk
Indonesia, kerap meminta bantuan negara-negara imperialis seperti AS
dan negera Barat lain untuk menyelesaikan persoalan di negara itu,
sebagaimana dalam kasus Timor Timur, Aceh, Papua, Kashmir, dan
Palestina. Padahal, negara-negara kolonialis tersebut nyata-nyata
memusuhi umat Islam dan terus berusaha untuk menguasai negeri-negeri
Muslim. Selain itu, hampir seluruh persoalan yang mendera negeri-negeri
Islam saat ini sesungguhnya adalah persoalan yang sengaja diciptakan
oleh negera-negara kolonialis. Para penguasa itu meminta bantuan
negara-negara kolonialis sesungguhnya juga demi untuk terus memelihara
dukungan negara itu untuk kekuasaannya, karena mereka paham tanpa
dukungan negara-negara itu kekuasaan mereka akan mudah roboh.
Karena itu, Khilafah tidak
akan pernah meminta bantuan kepada negara-negara kolonialis yang
memusuhi dan memerangi umat Islam untuk menyelesaikan persoalan umat
Islam. Allah SWT. berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ
يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka telah diperintah
mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 60)
Rasulullah saw. juga bersabda:
«لاَ تَسْتَضِيئُوا بِنَارِ الْمُشْرِكِيْنَ»
“Janganlah kalian mencari penerangan dengan api kaum Musyrik.” (Hr. an-Nasa’i)
***
Khilafah Tidak akan Berpartisipasi dalam Lembaga-lembaga yang Menjadi Alat Penjajahan Seperti PBB, Bank Dunia dan IMF Telah
nyata bahwa PBB dan organisasi-organisasi internasional lain seperti
Bank Dunia dan IMF adalah alat yang digunakan negara-negara kolonialis
untuk melancarkan kepentingan hegemoni mereka di bidang politik maupun
ekonomi. Negara Barat mendorong lepasnya Timor Timur dari Indonesia
melalui mandat PBB, sementara resolusi-resolusi PBB yang mengutuk
serangan India ke Kashmir atau serangan Israel ke Palestina tidak
pernah sungguh-sungguh diperhatikan. Semua resolusi itu tak lebih
sekadar lips-service yang tak berguna. Negara-negara Barat
menginjak-injak Piagam PBB ketika menyerang Afghanistan dan Irak,
sebagaimana yang selalu dilakukan Israel. Atas semua tindakan itu, PBB
diam seribu basa, tak berkutik. Meski begitu, masih saja para penguasa
negeri-negeri Muslim percaya kepada PBB dan menganggap piagam PBB lebih
penting dan lebih mulia daripada wahyu Allah SWT.
Adapun lembaga-lembaga keuangan
internasional seperti IMF dan Bank Dunia, selalu digunakan
negara-negara kolonialis untuk mengokohkan cengkraman ekonomi Barat
atas negeri-negeri Muslim. Dengan mengikat leher negeri-negeri Muslim
ke lembaga-lembaga keuangan tersebut, Barat dapat dengan mudah
mengintervensi dan mempertahankan dominasinya atas negeri-negeri
Muslim. Allah SWT. mengharamkan ketundukan umat Islam dalam lembaga dan
organisasi penjajah ini:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nisaa’ [4]: 141)
Di samping itu, isi piagam dan
undang-undang yang menjadi landasan berdirinya lembaga-lembaga tersebut
sepenuhnya bertentangan dengan syariah Islam. Karena itu, haram bagi
Khilafah untuk berpartisipasi dalam lembaga dan organisasi seperti itu.
Sebaliknya, Khilafah akan melancarkan kampanye yang kuat untuk
mengungkap wajah asli dari lembaga dan organisasi tersebut dan
mengakhiri hegemoninya agar dunia bisa diselamatkan dari kejahatan
mereka.
***
Syariah Islam Menentukan Kepentingan-kepentingan Daulah Khilafah Politik
luar negeri Daulah Khilafah semata berdasarkan kepada syariah Islam.
Sedangkan pelaksanaan syariah Islam dengan sebaik-baiknya merupakan
kepentingan umat Islam. Karena itu, kalau ada kebijakan luar negeri
yang tidak berlandaskan Islam, maka tentu saja kebijakan tersebut tidak
termasuk kepentingan umat Islam. Daulah Khilafah tidak akan mengadopsi
konsep “kepentingan nasional” yang akhirnya bermuara pada penyerahan
kepentingan umat Islam ke tangan orang-orang Kafir, dengan jalan
menyediakan pangkalan militer, dukungan logistik, dan jaringan
intelejen yang ada kepada mereka. Khilafah akan mendayagunakan seluruh
sumberdaya umat Islam yang ada untuk memenuhi tuntutan syariah, yaitu
mewujudkan kepemimpinan Islam di seluruh dunia.
***
Saat Ini Umat Membutuhkan Politik Luar Negeri yang Berlandaskan Islam Saat
ini urusan masyarakat internasional didominasi oleh kekuatan-kekuatan
kolonialis, yaitu negara-negara Kapitalis yang terus-menerus memperkuat
cengkeramannya dan menciptakan konflik di berbagai belahan dunia.
Negara-negara kolonialis memicu terjadinya peperangan demi kepentingan
eksploitasi sumberdaya dunia dan memperbudak bangsa-bangsa di dunia.
Adapun, kebijakan luar negeri Daulah Khilafah tidak berorientasi pada
kepentingan materi, tetapi kepentingan dakwah, yakni misi untuk
mengeluarkan seluruh umat manusia dari gelapnya kekufuran menuju
terangnya cahaya Islam. Allah SWT. Berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. al-Anbiya [21]: 107)
|